ALHUDA LADOPURA
WASEKUM PTKP Periode 2019-2020
Sinisme ditengah wabah covid 19 oleh sebagian masyarakat
Indonesia berangkat dari lelucon yang dihadirkan oleh elit politik di negeri
ini. Jauh hari sebelum covid 19 melanda negri ini, para ilmuwan sudah
mengingatkan bahkan melakukan studi ilmiah dalam menanggulangi Covid 19 ini.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sudah merilis buku dengan judul
Pneumonia Covid 19 (Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia) pada bulan
januari 2020 yang membahas covid 19 belum melanda bangsa ini.
Lihat Juga : Pneumonia Covid 19
Buku 67 halaman yang terdiri Dari 6 bab tersebut terkesan
dianggap remeh oleh elit politik. Ketidakpercayaan pemegang kebijakan akan data
yang dihadirkan oleh ilmuwan tersebut menjadikan petaka awal Covid 19 di negri
ini. Situasi sekarang harus dipahami sebagai kegagalan politik karna tidak
bersahabatnya elit politik dengan ilmuwan sendiri. Melirik jauh kebelakang
ilmuwan hadir sebagai pemberi solusi.
Pemenang perang dunia ke II Amerika harus tunduk pada
gagasan Albert Einstein dalam proyek pembuatan bom atom untuk menaklukan
Jepang. Semangat penjelajahan bangsa Eropa ke Nusantara pun tak lepas dari
peran ilmuwan Nicolaus Copernicus pakar matematika dan astronomi dari Polandia
yang mengajukan teori Heliosentris (Bumi bulat). Takluknya Aceh dari Belanda
tak lepas dari tunduknya milter Belanda terhadap ilmuwan antropologi Dr. Snouck
Hugronje dalam memberikan teori antropolginya yang jelas dari sisi kelemahan
tentara Aceh.
Situasi saat ini, harus diprioritaskan pada riset ilmuwan
akan penyelesaian bencana Covid 19 ini. Sedangkan elit politik tinggal
bagaimana menyesuaikan pada tataran kebijakan. Carut marutnya kebijakan politik
ditambah pemberitaan pers yang syarat akan politik menjadikan kebingungan pada
rakyat, bosan bahkan psimis terhadap penyelesaian wabah ini oleh pemerintah.
Rakyat akan cari perlindungan tersendiri jika elit politik terusan bermain main
dengan wabah ini. Pernyataan pusat yang sulit ditafsirkan daerah bahkan Otonomi
daerahpun kesannya terabaikan oleh pusat.
Beberapa kasus seperti viralnya Istana dalam menerjemahkan
perbedaan Mudik dan Pulkam saat di
wawancara oleh Najwa Sihab, bahkan itu menjadi bahan olok olokan rakyat sebab
rakyat pastinya bosan akan kondisi politik yang carut marut. Berikutnya kasus
mengamuknya Bupati Kabupaten Bolaang Mangondoow Timur (Boltim) Sehan Salim
Landjar terhadap Mensos yang terlalu rumit dalam menerapkan kebijakan terhadap
daerah. Semua kasus tersebut menjadi bukti semrawutnya kebijakan pusat dalam
menangani Covid 19 ini.
Situasi sekarang negara harus lepas dulu rantai birokrasi,
tunduk pada riset ilmiah semua tenaga harus dikerahkan sepenuhnya untuk rakyat.
Suatu kebijakan yang hadir harus mudah diterjemahkan oleh rakyat bukan membuat
serepublik jadi bingung. Point pentingnya apapun yang terjadi negara harus melindungi
warganya setelah itu baru mensejahterakan setelah itu mencerdaskan dilanjutkan
ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar