Rabu, 29 April 2020

"Solusi Penanganan Covid 19, Kebijakan Politik Harus Tunduk pada Riset Ilmiah"

ALHUDA LADOPURA
WASEKUM PTKP Periode 2019-2020


Sinisme ditengah wabah covid 19 oleh sebagian masyarakat Indonesia berangkat dari lelucon yang dihadirkan oleh elit politik di negeri ini. Jauh hari sebelum covid 19 melanda negri ini, para ilmuwan sudah mengingatkan bahkan melakukan studi ilmiah dalam menanggulangi Covid 19 ini. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sudah merilis buku dengan judul Pneumonia Covid 19 (Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia) pada bulan januari 2020 yang membahas covid 19 belum melanda bangsa ini. 

Lihat Juga :  Pneumonia Covid 19

Buku 67 halaman yang terdiri Dari 6 bab tersebut terkesan dianggap remeh oleh elit politik. Ketidakpercayaan pemegang kebijakan akan data yang dihadirkan oleh ilmuwan tersebut menjadikan petaka awal Covid 19 di negri ini. Situasi sekarang harus dipahami sebagai kegagalan politik karna tidak bersahabatnya elit politik dengan ilmuwan sendiri. Melirik jauh kebelakang ilmuwan hadir sebagai pemberi solusi.

Pemenang perang dunia ke II Amerika harus tunduk pada gagasan Albert Einstein dalam proyek pembuatan bom atom untuk menaklukan Jepang. Semangat penjelajahan bangsa Eropa ke Nusantara pun tak lepas dari peran ilmuwan Nicolaus Copernicus pakar matematika dan astronomi dari Polandia yang mengajukan teori Heliosentris (Bumi bulat). Takluknya Aceh dari Belanda tak lepas dari tunduknya milter Belanda terhadap ilmuwan antropologi Dr. Snouck Hugronje dalam memberikan teori antropolginya yang jelas dari sisi kelemahan tentara Aceh.

Situasi saat ini, harus diprioritaskan pada riset ilmuwan akan penyelesaian bencana Covid 19 ini. Sedangkan elit politik tinggal bagaimana menyesuaikan pada tataran kebijakan. Carut marutnya kebijakan politik ditambah pemberitaan pers yang syarat akan politik menjadikan kebingungan pada rakyat, bosan bahkan psimis terhadap penyelesaian wabah ini oleh pemerintah. Rakyat akan cari perlindungan tersendiri jika elit politik terusan bermain main dengan wabah ini. Pernyataan pusat yang sulit ditafsirkan daerah bahkan Otonomi daerahpun kesannya terabaikan oleh pusat.

Beberapa kasus seperti viralnya Istana dalam menerjemahkan perbedaan Mudik dan Pulkam saat di wawancara oleh Najwa Sihab, bahkan itu menjadi bahan olok olokan rakyat sebab rakyat pastinya bosan akan kondisi politik yang carut marut. Berikutnya kasus mengamuknya Bupati Kabupaten Bolaang Mangondoow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar terhadap Mensos yang terlalu rumit dalam menerapkan kebijakan terhadap daerah. Semua kasus tersebut menjadi bukti semrawutnya kebijakan pusat dalam menangani Covid 19 ini.


Situasi sekarang negara harus lepas dulu rantai birokrasi, tunduk pada riset ilmiah semua tenaga harus dikerahkan sepenuhnya untuk rakyat. Suatu kebijakan yang hadir harus mudah diterjemahkan oleh rakyat bukan membuat serepublik jadi bingung. Point pentingnya apapun yang terjadi negara harus melindungi warganya setelah itu baru mensejahterakan setelah itu mencerdaskan dilanjutkan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Tidak ada komentar: